Filsafat Hedonisme

Pemakaian gaya hidup yang cenderung ke barat-baratan tanpa penyaringan terlebih dulu, membuat mereka semakin kehilangan jatidiri sebagai generasi yang diwariskan kebudayaan timur. Norma-norma yang ada (agama, kesopanan) lama-kelamaan hilang seiring perkembangan zaman dan banyak dari mereka tanpa sadar telah melakukan atau menerapkan prinsip hedonisme tersebut.

Kaum hedonis sudah ada sejak jaman Yunani Kuno. Hedonisme merupakan salah satu teori etika1 oleh Aristoteles yang paling tua , paling sederhana, paling kebenda-bendaan, dan dari abad ke abad selalu kita temukan. Gaya hidup hedonisme diciptakan oleh sebuah zaman dimana zaman ini telah mendahulukan keinginan yang bersumber dari hawa nafsu, bukan dari pikiran dan hati nurani yang nyata.
Peradaban Yunani telah melahirkan pemikiran-pemikiran hedonisme dan materialisme. Orang-orang yunani kuno mengabaikan kebenaran-kebenaran transendental2, kurang perasaan dan semangat beragama, memuja kesenangan dunia, dan mengagung-agungkan kecintaan pada tanah air. Singkatnya bahwa peradaban yunani sangat materialistis. Mereka tidak dapat meyakini Tuhan samasekali dengan tanpa member Dia (Tuhan) bentuk dan wujud lahiriah. Mereka memiliki pemikiran tentang dewa makanan, dewa kebajikan, dewa perusak, dll. Bahkan hal-hal yang mujarad seperti kecantikan dan cinta, dilambangkan sebagai dewa-dewa tersendiri. Daftar-daftar yang nyata tentang sepuluh macam kebenaran dan Sembilan surga dalam ‘Kategori’ Aristoteles, juga tidak lain dari akibat pemikiran-pemikiran materialistis, yang mana semangat Yunani tidak bisa membebaskan diri dari padanya.

Komentar

Posting Komentar