Mengatasi Kecemasan Remaja Di Era Hiperkoneksi

Tak dapat dipungkiri bahwa kesehatan mental saat ini menjadi isu yang sangat mendunia. Bahkan di kalangan perkotaan negara – negara berkembang isu ini sudah mulai banyak diperbincangkan. Kesadaran untuk menjaga kesehatan mental mulai dikampanyekan oleh berbagai elemen masyarakat. Terlebih kesadaran akan kesetaraan pentingnya menjaga kesehatan mental layaknya kita menjaga kesehatan fisik.

Menurut WHO Kesehatan mental adalah kondisi sejahtera seseorang, ketika seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu untuk mengelola stress yang dimiliki serta beradaptasi dengan baik, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi untuk lingkungannya.

Kecemasan dan depresi adalah gangguan mental yang sering dialami remaja di era digital saat ini. Menurut data Riskesdas (riset kesehatan dasar) 2018 presentasi depresi pada usia remaja (15 – 24 tahun) sebesar 6,2%. Depresi berat akan mengakibatkan remaja menyakiti diri sendiri bahkan berpikir untuk bunuh diri. Menurut ahli Suciodologist, sebesar 4,2% siswa di Indonesia pernah berpikir untuk bunuh diri. Pada kalangan mahasiswa sebesar 6,9% mempunyai niat bunuh diri sedangkan 3% nya melakukan percobaan bunuh diri.

Peran keluarga menjadi sangat penting dalam menumbuhkan mental yang sehat pada remaja. Seorang remaja yang dibesarkan dengan figur pengasuh yang baik akan tumbuh dengan karakter yang kuat. Karakter yang kuat sangat erat kaitannya dengan kesehatan mental.

Pengetahuan tentang mental health haruslah diberikan mulai dari lingkup terkecil keluarga, sekolah, masyarakat hingga negara. Namun, peran keluarga diharapkan lebih aktif demi menjaga anak-anak remaja mereka agar terhindar dari mental illness dan meminimalisir resiko yang ditimbulkan dari gejala mental illness yang cenderung diakibatkan karena faktor luar, seperti tekanan dalam bidang akademik, perundungan (bullying), kecemburuan sosial dan sebagainya.

Pada remaja masa kini, umumnya gangguan kecemasan timbul akibat adanya perubahan yang cukup ekstrem pada kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Tekanan dan ekspektasi yang tinggi dari keluarga maupun sosial terhadap diri seorang remaja sangat berpengaruh atas timbulnya rasa kecemasan yang berlebih ini. Tekanan dan ekspektasi ini tidak dibarengi dengan support system yang melingkarinya dalam hal ini keluarga. Banyak orang tua menganggap sepele rasa kecemasan yang dirasakan oleh remaja dan membandingkan masa remaja yang dialaminya dengan yang dialami oleh anak-anaknya.

Padahal memasuki masa remaja di era digital seperti sekarang ini juga merupakan tantangan yang harus dilewati oleh remaja dan tentunya akan lebih banyak lagi kecemasan yang dirasakan. Media sosial menjadi salah satu pengaruh besar terhadap kecemasan remaja.

Dengan terbiasa melihat kehidupan orang lain di media sosial membuat diri kita sebagai remaja tanpa sadar menjadi lebih sering membandingkan hidup kita dengan orang lain meskipun hanya melihat dari unggahan foto ataupun story yang hanya beberapa hitungan detik saja. Selain itu, kita pun akan lebih banyak dan lebih mudah mendapatkan informasi dari berbagai macam sumber yang tentunya tidak selalu valid. Informasi tersebut tentunya akan menumpuk di dalam kepala dan menimbulkan banyak pertanyaan sehingga timbul rasa cemas berlebihan karena takut tidak bisa mengimbangi dunia luar.

Untuk itu, penggunaan media sosial perlu diawasi oleh orang tua serta diberikan pemahaman tentang bijak dalam menggunakan media sosial, tidak mudah terbawa arus tren dunia maya dan tidak mudah percaya dengan informasi yang dilihat di dunia maya. Agar pengawasan dan pemahaman ini dapat tersampaikan kepada remaja, orang tua perlu menempatkan dirinya sebagai teman bagi mereka.

Orang tua yang memiliki anak menginjak masa remaja haruslah bisa menjadi teman yang asik untuk diajak berdiskusi. Ketika orang tua sudah dianggap teman, mereka akan lebih nyaman untuk bercerita apapun yang mereka alami dan mereka rasakan. Mereka tidak akan canggung kepada orang tua, namun tetap bisa menjaga rasa hormat kepada kedua orang tua.

Penting bagi orang tua untuk menanamkan nilai – nilai spiritual di masa remaja anaknya. Nilai – nilai spiritual yang dimaksud menurut Prof. Notonegoro adalah ; (1) nilai kebenaran yang bersumber pada akal manusia sesuai fakta – fakta yang ada, (2) nilai estetis atau nilai keindahan yang bersumber pada unsur – unsur perasaan manusia, (3) nilai kebaikan atau nilai moral mengenai baik buruknya suatu perbuatan dan (4) nilai religius yang berisi filsafat – filsafat hidup yang dapat diyakini kebenarannya.

Orang tua juga dilarang menghakimi anak remaja ketika berbuat kesalahan. Penghakiman hanya akan membuat anak semakin membenci orang tuanya. Jangan pula menghukum anak remaja dengan hukuman yang tidak sepadan dengan kesalahan yang dilakukan. Berilah apresiasi ketika anak remaja melakukan perbuatan baik sekecil apapun. Penghargaan yang diberikan orang tua akan memunculkan rasa percaya diri mereka. Sehingga mereka akan termotivasi untuk berbuat yang lebih baik lagi.

Komentar

  1. Meskipun orang tua sudah membatasi penggunaan sosial media anaknya, jika orang tua masih berharap setinggi langit tapi suport yang bahkan tidak melebihi hamparan tanah, itu hanya akan membuat anak tambah stress dan hal-hal yang tidak diharapkan mungkin saja terjadi. Jadi untuk orang tua diharap bisa membagi waktu bekerja dan waktu untuk keluarga. Terima kasih ilmunya bu..

    BalasHapus
  2. pada masa sekarang, banyak orang tua yang suka membandingkan dengan masa mereka menjadi anak seperti kita sekarang. selalu bilang bahwa mereka dahulu jauh lebih kejam di jewer, ditampar ataupun hal lain sudah biasa bagi mereka dan itu yang bisa membuat mereka melakukan hal sama kepada anak anaknya. di masa sekarang lebih banyak tekanan yang dirasakan oleh anak anak dengan perilaku dari keluarga begitu pula teman teman dan sekitarnya lain, banyak yang menganggap bahwa anaknya baperan atau bagaimana. di satu sisi saya setuju namun di satu sisi juga saya tidak setuju, itu semua berbalik pada bagaimana ortu memperlakukan anaknya apakah sudah cukup mengapresiasi, mencukupi apa yang anak butuhkan, apakah sering ada di sisi anaknya menemani bercerita, dan hal lain sebagainya. disaat anak berbuat salah, orang tua menghakimi tanpa mau mendengarkan penjelasan dari sang anak dan memberikan hukuman yang berat kepada anaknya. namun dari sini kita bisa menilai mana yang orang tua dan mana yang merupakan "orang dewasa' orang tua adalah orang yang bertanggung jawab dengan apa yang telah diberikan dan benar benar menjaga nya dengan baik, melainkan orang dewasa bukanlah orang yang bisa bertanggung jawab. berikan pelajaran edukasi bagi anak anak tentang apa yang benar dan baik untuk dilakukan, bukan yang tidak baik dan bahaya untuk dilakukan -kan

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. Banyak orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun ada juga yang menginginkan yang terbaik untuk anaknya dengan cara yang keras. Ada orang tua yang mendidik anaknya dengan cara yang keras karena memang ingin anaknya menjadi sukses nanti di masa depan. Namun ada juga orang tua yang mendidik anaknya dengan cara yang keras hanya untuk menjaga image orang tua nya, misalnya ayahnya sebagai direktur perusahaan, karena biasanya direktur dikenal sebagai orang yang cerdas dan pintar, maka ayahnya ingin menjaga image nya sebagai direktur perusahaan karena ayahnya berfikir "kalau anak saya tidak bisa seperti saya mau taruh di mana muka saya" dan bisa saja anaknya menyetujui itu di depan ayahnya tapi belum tentu di dalam dirinya dia bisa menerima itu.

    BalasHapus
  5. Bukannya menjadi teman curhat, orang tua sekarang malah menaruh beban berat kepada anak-anaknya sebagai salah satu cara meraih impian mereka yang tak terwujud. Hal ini membuat sang anak merasa harus bertanggung jawab atas hal itu. Ditambah orang tua yang tidak pernah memberi apresiasi, tak heran kalau jarak antara orang tua dan anak mulau melebar.

    Aku akan terus berharap bahwa jarak itu akan hilang seiring berjalannya waktu. -Ney⁠*⁠.⁠✧

    BalasHapus
  6. masalah mental remaja pada saat ini sangat banyak, apalagi di era digital ini. banyak remaja yang memiliki masalah mental bahkan sampai ingin bunuh diri, tentu saja solusi pertama adalah support dari lingkungan keluarga, namun banyak juga remaja yang bahkan tidak merasa aman dilingkungan keluarganya sendiri, hal itu biasanya terjadi karena adanya permasalahan orang tua yang berdampak ke anak. banyak juga orang tua yang berekspektasi setinggi langit namun tidak memberi dukungan. menurut saya, dalam kesehatan mental anak, perlakuan orang tua terhadap anak sangat berpengaruh ke mantal anak tersebut, jadi biasanya anak akan tumbuh sesuai apa yang diterima oleh anak tersebut. terimakasih ilmunya bu.

    BalasHapus
  7. Peran orangtua terhadapa anaknya dimasa remaja itu sangat penting sekali karna biasanya anak itu selalu berada dekat dengan orangtua dan awal belajar dengan orangtua sejak kecil, jika seorang anak tidak dapat perhatian dari orangtua maka mereka merasa bebas dan berbuat yang tidak baik agar dapat perhatian keluarga, dimasa sekarang ini sebagian besar anak remaja kurang diperhatikan ketika bermain hp dan akhirnya malah hp yang awalnya menjadi tempat informasi yang baik malah menjadi tempat yang sangat buruk bagi perkembangannya sehingga kurang fokus dan bisa melakukan hal yang tidak pantas, ketika orangtua sering bertengkar atau ada konflik berkepanjangan tanpa memedulikan anaknya itu bisa berdampak besar bagi kehidupannya, sebaliknya jika orangtua suka mengajari hal hal positif ke anaknya, ketika ingin bertengkar itu lebih tertutup agar anaknya tetap merasa nyaman, maka anak itu akan tumbuh dengan mental yang kuat. terimakasih bu informasinya jadi makin menyadarkan saya lagi tentang besarnya peran orangtua terhadap masa depan anaknya. -raisa dini

    BalasHapus
  8. Di masa sekarang, banyak orang tua yang ingin anaknya menjadi yang terbaik tetapi kadang mereka mendorong dengan cara yang salah. Mereka juga kadang terlalu menghakimi, terlalu negative thinking ataupun terlalu membandingkan masa remaja mereka dengan masa remaja anaknya. itu kadang membuat anak menjadi tidak suka atau benci terhadap perilaku orang tua dan juga tidak mau terbuka terhadap orang tua.

    ANG 9I

    BalasHapus
  9. masalah mental remaja ini sudah banyak dimana-mana, bahkan di sekitar lingkungan kita, apa lagi ada beberapa orang tua yang dengan mudah membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain sehingga anaknya tidak bisa melakukan apa yang ia inginkan kan, makasi ibu atas ilmunya

    BalasHapus
  10. Orang tua berekspetasi tinggi pada anaknya tanpa memikirikan kecemasan yg dipendam dalam diri mereka, hanya membandingkan dengan diri mereka yang dulu dengan yg sekarang. Padahal seorang anak lebih membutuhkan support dari mereka, bukannya kekangan.
    Terimakasih atas pembelajarannya bu.
    *BF

    BalasHapus
  11. "Orang tua juga dilarang menghakimi anak remaja ketika berbuat kesalahan. Penghakiman hanya akan membuat anak semakin membenci orang tuanya. Jangan pula menghukum anak remaja dengan hukuman yang tidak sepadan dengan kesalahan yang dilakukan." Remaja biasanya segan menceritakan masalah/cerita mereka kepada orang tua karna takut akan di marahin ,di hakimi Dan itu yg biasanya membangun dinding di antara orang tua dengan anaknya tapi jika kedua pihak ingin sailing mengerti pasti dinding itu akan rubuh dengan sendirinya

    BalasHapus
  12. Benar sekali. Mungkin ada di anatar remaja Indonesia yang memiliki orang tua toxic. Iya, penekanan orang tua terhadap anaknya jauh lebih besar dibanding kasih sayangnya. Penekanan untuk bisa nilai bagus, raangking 1, dapat nilai 100, harus belajar terus. Orang tua yang seperti itu, seringnya memaksa atau memberi peraturan tanpa diselingi penghargaan. Tugas anaknya hanyalah menjalani peraturan tanpa adanya penghargaan dari orang tuanya. Tanpa sadar, anak itu saat dewasa dia akan berpikir bahwa setiap yang di lakukan tidak ada yang memberi penghargaan kepadanya. Tapi, orang tua sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadi orang tua yang baik. Kita tak berhak menyalahkannya. Belum tentu ketika kita menjadi orang tua akan sebaik orang tua kita. Maka pentingnya untuk sebelum menjadi orang tua memahami yang namanya ilmu parenting. Terima kasih atas ilmunya Bu 🙏

    -Dinda

    BalasHapus
  13. Terkadang banyak orang tua yang masih menganggap kesehatan mental pada anak itu tidak penting, mereka selalu berpikir bahwa sang anak hanya kurang iman. Padahal figur orang tua sangatlah penting dalam kesehatan mental anak. Sebagai seorang anak mereka hanya ingin diapresiasi bukan dibandingkan dengan orang yang lebih hebat dari dirinya. Terkadang orang tua berpikir bahwa membandingkan anak dengan orang yang lebih hebat bisa memotivasi anak tersebut untuk lebih maju, padahal menurut sang anak itu hanya sebuah omong kosong. Terima kasih atas ilmunya Buu 🙏🙏 -Alya-

    BalasHapus
  14. Sangat penting agar orang tua untuk peduli terhadap anak-anak mereka agar saat mereka menjadi dewasa mereka tidak mempunyai masalah trauma atau hal lain tersebut, karena jika iya maka anak dari korban tersebut akan memeberikannya ke anak mereka.

    - Hasumi

    BalasHapus
  15. Terimakasih atas ilmuny ternyata memang penting ya menjaga kesehatan mental setuju banget sih kalau trauma akan berdampak sangat besar bagi korban
    -Sefune <3

    BalasHapus
  16. Terima kasih ibu atas ilmunya, saya jadi mengerti betapa pentingnya peran orang tua dalam perkembangan mental seorang anak
    -Aydina

    BalasHapus
  17. Terimakasih Bu, Kesehatan mental penting banget dalam kehidupan sehari-hari

    -key

    BalasHapus

Posting Komentar